Mungkin sebagian orang sering menjumpai di sekitarnya laki-laki muslim
yang celananya di atas mata kaki (cingkrang). Dan mereka tidak jarang mencemoohnya
dengan mengatakan ‘celana kebanjiran’, ‘celana kurang bahan’ dan sebagainya.
Nah, bagaimana sebenarnya aturan memakai pakaian bawah bagi kaum muslim
laki-laki? Tulisan ini insya Allah akan sedikit membahas mengenai apakah cara
berpakaian seperti di atas merupakan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
atau bukan.
Banyak muslim yang tidak mengenal cara berpakaian yang sesuai syariat
agama yang dianutnya. Sejatinya Bagi kaum pria pakaian bagian bawahnya baik berupa
celana gamis, celana panjang maupun sarung, dan lain-lain haruslah berada di
atas mata kaki (tidak boleh menutupi mata kaki). “Apa iya ???”
Mari kita lihat beberapa hadits dari Kutubus Sittah (6 kitab hadist
yang populer dan dikenal di kalangan umat Islam yaitu Shahih Bukhari, Shahih
Muslim, Sunan Tirmidzi, Sunan Ibni Majah, Sunan Nasa’i, dan Sunan Abi Dawud). Dalam
semua kitab hadits yang kita sebutkan diatas terdapat bab khusus yang membahas tentang
cara berpakaian umat Islam dengan judul bab “Kitabullibas” (Catatan tentang Cara
Berpakaian).
Dan, ketahuilah, bagi kaum pria, semua riwayat hadits menandaskan
larangan “isbal” (memanjangkan/menjulurkan pakaian hingga menutupi mata kaki).
Jadi pakaian bawah harus di atas mata kaki dan tidak boleh menutupinya.
Penampilan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Celana Setengah
Betis
Perlu diketahui bahwa celana di atas mata kaki adalah sunnah dan
ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini dikhususkan bagi laki-laki,
sedangkan wanita diperintahkan untuk menutup telapak kakinya. Kita dapat mengetahui
bahwa dalam keseharian beliau pakaian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu
berada di atas mata kaki.
Dari Al Asy’ats bin Sulaim, ia berkata :
سَمِعْتُ عَمَّتِي ، تُحَدِّثُ عَنْ عَمِّهَا
قَالَ : بَيْنَا أَنَا أَمْشِي بِالمَدِيْنَةِ ، إِذَا إِنْسَانٌ خَلْفِي يَقُوْلُ
: « اِرْفَعْ إِزَارَكَ ، فَإِنَّهُ أَنْقَى» فَإِذَا هُوَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّمَا هِيَ بُرْدَةٌ
مَلْحَاءُ) قَالَ : « أَمَّا لَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ ؟ » فَنَظَرْتُ فَإِذَا إِزَارَهُ
إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ
“Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang
berkata, “Ketika saya sedang berjalan di kota Al Madinah, tiba-tiba seorang
laki-laki di belakangku berkata, ’Angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih.’
Ternyata orang yang berbicara itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Aku berkata, ”Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah
yang bergaris-garis hitam dan putih”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan?” AKU MELIHAT
KAIN SARUNG BELIAU, TERNYATA UJUNG BAWAHNYA DI PERTENGAHAN KEDUA BETISNYA.”
Dari Hudzaifah bin Al Yaman, ia berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah memegang salah satu atau kedua betisnya. Lalu beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
هَذَا مَوْضِعُ الإِزَارِ فَإِنْ أَبِيْتَ
فَأَسْفَلَ فَإِنْ أَبِيْتَ فَلاَ حَقَّ لِلإْزَارِ فِي الْكَعْبَيْنِ
“Di sinilah letak ujung kain. Kalau engkau tidak suka, bisa lebih
rendah lagi. Kalau tidak suka juga, boleh lebih rendah lagi, akan tetapi tidak
dibenarkan kain tersebut menutupi mata kaki.”
Dari dua hadits ini terlihat bahwa celana Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam selalu berada di atas mata kaki sampai pertengahan betis. Boleh bagi
seseorang menurunkan celananya, namun dengan syarat tidak sampai menutupi mata
kaki. Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan terbaik bagi
kita. Adakah yang menghalangi kita untuk mengikuti tauladannya?
Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ
كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab [60]
: 21)
Menjulurkan Celana Hingga Di Bawah Mata Kaki
Perhatikanlah hadits-hadits yang kami bawakan berikut ini yang sengaja
kami bagi menjadi dua bagian.
·
Pertama: Menjulurkan celana di bawah
mata kaki dengan sombong
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ
خُيَلاَءَ
“Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret pakaianya
dalam keadaan sombong.” (HR. Muslim no. 5574).
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma juga, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الَّذِى يَجُرُّ ثِيَابَهُ مِنَ
الْخُيَلاَءِ لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya orang yang menyeret pakaiannya dengan sombong, Allah
tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” (HR. Muslim no. 5576)
Masih banyak lafazh yang serupa dengan dua hadits di atas dalam Shohih
Muslim. Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ
أَلِيمٌ
“Ada tiga orang yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari
kiamat nanti, tidak dipandang, dan tidak disucikan serta bagi mereka siksaan
yang pedih.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tiga kali perkataan
ini. Lalu Abu Dzar berkata :
خَابُوا وَخَسِرُوا مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Mereka sangat celaka dan merugi. Siapa mereka, Ya Rasulullah?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :
الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ
سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ
“Mereka adalah orang yang isbal, orang yang suka mengungkit-ungkit
pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR.
Muslim no. 306).
Orang yang isbal (musbil) adalah orang yang menjulurkan pakaian atau celananya
di bawah mata kaki.
·
Kedua: Menjulurkan celana di bawah mata
kaki tanpa sombong
Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ
الإِزَارِ فَفِى النَّارِ
“Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di neraka.” (HR.
Bukhari no. 5787)
Dari hadits-hadits di atas terdapat dua bentuk menjulurkan celana dan
masing-masing memiliki konsekuensi yang berbeda. Kasus yang pertama-sebagaimana
terdapat dalam hadits Ibnu Umar di atas-yaitu menjulurkan celana di bawah mata
kaki (isbal) dengan sombong. Hukuman untuk kasus pertama ini sangat berat yaitu
Allah tidak akan berbicara dengannya, juga tidak akan melihatnya dan tidak akan
disucikan serta baginya azab (siksaan) yang pedih. Bentuk pertama ini termasuk
dosa besar.
Kasus yang kedua adalah apabila seseorang menjulurkan celananya tanpa
sombong. Maka ini juga dikhawatirkan termasuk dosa besar karena Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam perbuatan semacam ini dengan neraka.
Perhatikan bahwasanya hukum di antara dua kasus ini berbeda.
Tidak bisa kita membawa hadits muthlaq dari Abu Huroiroh pada kasus
kedua ke hadits muqoyyad dari Ibnu Umar pada kasus pertama karena hukum
masing-masing berbeda. Bahkan ada sebuah hadits dari Abu Sa’id Al Khudri yang
menjelaskan dua kasus ini sekaligus dan membedakan hukum masing-masing.
Lihatlah hadits yang dimaksud sebagai berikut :
إِزْرَةُ الْمُسْلِمِ إِلَى نِصْفِ
السَّاقِ وَلاَ حَرَجَ – أَوْ لاَ جُنَاحَ – فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ
الْكَعْبَيْنِ مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِى النَّارِ مَنْ
جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ
“Pakaian seorang muslim adalah hingga setengah betis. Tidaklah mengapa
jika diturunkan antara setengah betis dan dua mata kaki. Jika pakaian tersebut
berada di bawah mata kaki maka tempatnya di neraka. Dan apabila pakaian itu
diseret dalam keadaan sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya (pada hari
kiamat nanti).” (HR. Abu Daud no. 4095)
Jika kita perhatikan dalam hadits ini, terlihat bahwa hukum untuk
kasus pertama dan kedua berbeda. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa jika
menjulurkan celana tanpa sombong maka hukumnya MAKRUH karena menganggap bahwa
hadits Abu Huroiroh pada kasus kedua dapat dibawa ke hadits Ibnu Umar pada
kasus pertama. Maka berarti yang dimaksudkan dengan menjulurkan celana di bawah
mata kaki sehingga mendapat ancaman (siksaan) adalah yang menjulurkan celananya
dengan SOMBONG.
Jika tidak dilakukan dengan sombong, hukumnya MAKRUH. Hal inilah yang
dipilih oleh An Nawawi dalam Syarh Muslim dan Riyadhus Shalihin, juga merupakan
pendapat Imam Syafi’i serta pendapat ini juga dipilih oleh Syaikh Abdullah Ali
Bassam di Tawdhihul Ahkam min Bulughil Marom-semoga Allah merahmati mereka-. Namun, pendapat ini kurang tepat. Jika
kita melihat dari hadits-hadits yang ada menunjukkan bahwa hukum masing-masing
kasus berbeda. Jika hal ini dilakukan dengan sombong, hukumannya sendiri. Jika
dilakukan tidak dengan sombong, maka kembali ke hadits mutlak yang menunjukkan
adanya ancaman neraka.
Bahkan dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri dibedakan hukum di antara dua
kasus ini. Perhatikan baik-baik hadits Abu Sa’id di atas: Jika pakaian tersebut
berada di bawah mata kaki maka tempatnya di neraka. Dan apabila pakaian itu
diseret dalam keadaan sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya (pada hari
kiamat nanti). Jadi, yang menjulurkan celana dengan sombong ataupun tidak,
tetap mendapatkan hukuman. Wallahu a’lam bish showab.
-> Catatan: Perlu kami tambahkan bahwa para
ulama yang menyatakan makruh seperti An Nawawi dan lainnya, mereka tidak pernah
menyatakan bahwa hukum isbal adalah BOLEH kalau tidak dengan sombong. Mohon, jangan disalahpahami maksud ulama yang mengatakan demikian.
Ingatlah bahwa para ulama tersebut hanya menyatakan makruh dan bukan menyatakan
boleh berisbal. Ini yang banyak salah dipahami oleh sebagian orang yang
mengikuti pendapat mereka.
Maka hendaklah perkara makruh itu dijauhi, jika memang kita masih
memilih pendapat yang lemah tersebut. Janganlah terus-menerus dalam melakukan
yang makruh. Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua. Orang “Sombong”
adalah yang Menolak Barang Haq/Kebenaran dan Meremehkan/Merendahkan Manusia
Hakikinya Orang sombong adalah menolak
kebenaran dan meremehkan manusia. Ini merupakan sifat penghuni neraka.
Allah Ta’ala berfirman:
قِيلَ ادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ
خَالِدِينَ فِيهَا فَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ
“Dikatakan (kepada mereka), “Masukilah
pintu-pintu neraka Jahannam itu, dalam keadaan kekal di dalamnya” Maka neraka
Jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri.”
(QS. Az-Zumar: 72)
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي
قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ
أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ
يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga, orang yang di dalam hatinya terdapat seberat
biji sawi kesombongan.” Seorang laki-laki bertanya, “Sesungguhnya bagaimana
jika seseorang menyukai apabila baju dan sandalnya bagus (apakah ini termasuk
kesombongan)?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah menyukai
keindahan. Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.”
(HR. Muslim no. 91)
* Sedikit Kerancuan, Abu Bakar Pernah Menjulurkan Celana Hingga di Bawah
Mata Kaki
Bagaimana jika ada yang berdalil dengan perbuatan Abu Bakr dimana Abu
Bakr dahulu pernah menjulurkan celana hingga di bawah mata kaki? Adapun yang
berdalil dengan hadits Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, maka kami katakan tidak ada
baginya hujjah (pembela atau dalil) ditinjau dari dua sisi. Pertama, Abu Bakr radhiyallahu
‘anhu mengatakan, ”Sesungguhnya salah satu ujung sarungku biasa melorot kecuali
jika aku menjaga dengan seksama.” Maka ini BUKAN
berarti dia melorotkan (menjulurkan) sarungnya karena kemauan dia. Namun
sarungnya tersebut melorot dan selalu dijaga.
Orang-orang yang isbal (menjulurkan celana hingga di bawah mata kaki,
pen) biasa menganggap bahwa mereka tidaklah menjulurkan pakaian mereka karena
maksud sombong. Kami katakan kepada orang semacam ini : Jika kalian maksudkan
menjulurkan celana hingga berada di bawah mata kaki tanpa bermaksud sombong,
maka bagian yang melorot tersebut akan disiksa di neraka. Namun jika kalian
menjulurkan celana tersebut dengan sombong, maka kalian akan disiksa dengan
azab (siksaan) yang lebih pedih daripada itu yaitu Allah tidak akan berbicara
dengan kalian pada hari kiamat, tidak akan melihat kalian, tidak akan
mensucikan kalian dan bagi kalian siksaan yang pedih.
Kedua, Sesungguhnya Abu Bakr sudah diberi
tazkiyah (rekomendasi atau penilaian baik) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan sudah diakui bahwa Abu Bakr tidaklah melakukannya karena sombong. Lalu apakah di antara mereka yang berperilaku seperti di atas (dengan
menjulurkan celana dan tidak bermaksud sombong, pen) sudah mendapatkan tazkiyah
dan syahadah (rekomendasi)?! Akan tetapi syaithon membuka jalan untuk sebagian
orang agar mengikuti ayat atau hadits yang samar (dalam pandangan mereka, pen) lalu ayat atau hadits tersebut digunakan untuk membenarkan
apa yang mereka lakukan.
Allah-llah yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus kepada siapa yang
Allah kehendaki. Kita memohon kepada Allah agar mendapatkan petunjuk dan
ampunan. *Marilah Mengagungkan dan Melaksanakan Ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam Allah Ta’ala berfirman, مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ
اللَّهَ “Barangsiapa yang
menta’ati Rasul, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah.” (QS. An Nisa’ [4] :
80) فَلْيَحْذَرِ
الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ “Maka hendaklah
orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa
azab yang pedih.” (QS. An Nur [24] : 63) وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى
الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ “Dan jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu
mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan
(amanat Allah) dengan terang.” (QS. An Nur [24] : 54) Hal ini juga dapat
dilihat dalam hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu seolah-olah
inilah nasehat terakhir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam menasehati para sahabat radhiyallahu ‘anhum, فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا
عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ “Berpegangteguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur
rosyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah
sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu
Majah, Ibnu Hibban. At Tirmidizi mengatakan hadits ini hasan shohih. Syaikh Al
Albani mengatakan hadits ini shohih) Salah seorang khulafa’ur rosyidin dan
manusia terbaik setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash
Shiddiq radhiyallahu ‘anhu mengatakan, لَسْتُ تَارِكًا شَيْئًا كَانَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَعْمَلُ بِهِ إِلَّا عَمِلْتُ بِهِ
إِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيْغَ ”Aku tidaklah biarkan satupun yang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam amalkan kecuali aku mengamalkannya
karena aku takut jika meninggalkannya sedikit saja, aku akan menyimpang.”
(Lihat Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa atsar
ini shohih) *Sahabat Sangat Perhatian dengan Masalah Celana Sebagai penutup
dari pembahasan ini, kami akan membawakan sebuah kisah yang menceritakan sangat
perhatiannya salaf (shahabat) dengan masalah celana di atas mata kaki,
sampai-sampai di ujung kematian masih memperingatkan hal ini. Dalam shohih
Bukhari dan shohih Ibnu Hibban, dikisahkan mengenai kematian Umar bin Al
Khaththab setelah dibunuh seseorang ketika shalat. Lalu orang-orang
mendatanginya di saat menjelang kematiannya. Lalu datanglah pula seorang
pemuda. Setelah Umar ngobrol sebentar dengannya, ketika dia beranjak pergi,
terlihat pakaiannya menyeret tanah (dalam keadaan isbal). Lalu Umar berkata, رُدُّوا عَلَىَّ
الْغُلاَمَ “Panggil pemuda
tadi!” Lalu Umar berkata, ابْنَ أَخِى ارْفَعْ ثَوْبَكَ ، فَإِنَّهُ أَبْقَى
لِثَوْبِكَ وَأَتْقَى لِرَبِّكَ ، “Wahai anak saudaraku. Tinggikanlah pakaianmu!
Sesungguhnya itu akan lebih mengawetkan pakaianmu dan akan lebih bertakwa
kepada Rabbmu.” Jadi, masalah isbal (celana menyeret tanah/menutupi mata kaki)
adalah perkara yang amat penting. Jika ada yang mengatakan ‘kok masalah celana
saja dipermasalahkan dan mana dalilnya atau hadist celana diatas mata kaki?’
Maka cukup kisah ini sebagai jawabannya. Kita menekankan masalah ini karena
salaf (shahabat) juga menekankannya.
Semoga kita dimudahkan dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah- Semoga
tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga Allah selalu memberikan ilmu
yang bermanfaat, rizki yang thoyib, dan menjadikan amalan kita diterima di
sisi-Nya. Innahu sami’un qoriibum mujibud da’awaat. Alhamdulillahilladzi bi
ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala
alihi wa shohbihi wa sallam. (sp)
Jika Anda menyukai Artikel atau Berita di website LDII Banyumas, Silahkan
Klik Disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel atau berita terbaru yang terbit di Website DPD LDII Banyumas
Post a Comment